in

Perbedaan shirataki dan konnyaku

Jakarta (KABARINDONG) – Penyebutan nama shirataki dan konnyaku kerap membingungkan bagi masyarakat Indonesia, namun sebetulnya dua produk tersebut terbuat dari bahan dasar yang sama walaupun beda penyebutan.

Baca juga: Alternatif makanan baru untuk penganut gaya hidup sehat

“Shirataki dan konnyaku, beda atau sama, sih? Shirataki itu adalah konnyaku noodle yang terbuat dari fiber umbi porang,” kata Company Representative Mr. Ishii Konyaku & Shirataki Charlie Shirataki di Jakarta, Minggu.

Lebih spesifik, shirataki merupakan produk konnyaku yang dikeringkan dan dibentuk menjadi mie. Di Jepang pada masa lampau, kata Charlie, produk konnyaku berupa mie disebut dengan ito-konnyaku, dibuat dari konnyaku basah berbentuk balok yang dipotong-potong panjang secara manual hingga menjadi mie.

Mr. Ishii menjadi jenama lokal dari PT Ambico yang membuat inovasi produk konnyaku berbentuk mie kering yang disebut sebagai shirataki. Menurut Charlie, hampir 100 persen shirataki dan produk konnyaku kering lainnya yang beredar di Jepang merupakan ekspor dari produsen lokal ini.

Baca juga: Mentan cicipi beras porang shirataki hasil produksi Madiun

“Hampir 100 persen, mungkin 95 persen, produk dry konnyaku dan dry shirataki yg beredar di Jepang, 95 persen itu kami yang produksi,” kata dia.

Charlie menjelaskan pada dasarnya konnyaku berbasis produk basah yakni berbentuk jeli yang di dalam kemasannya terdapat air alkali. Produk konnyaku basah sebetulnya sudah matang. Cara penyajiannya pun cukup mudah, yaitu hanya perlu disiram dengan air panas dan kemudian ditiriskan atau dibuang airnya.

Produk konnyaku basah tidak hanya berupa balok, ada pula tsubu konnyaku yang berupa butiran jeli atau akrab disebut dengan nasi konnyaku. Cara penyajiannya juga serupa dengan konnyaku balok.

Selain itu, ada pula beras konnyaku yang wujudnya berupa butiran beras dari konnyaku yang dikeringkan. Menurut Charlie, sebetulnya tidak ada istilah “beras shirataki”, yang betul adalah beras atau nasi konnyaku. Berbeda dengan tsubu konnyaku, beras konnyaku pada dasarnya belum matang sehingga harus dimasak terlebih dahulu.

Baca juga: Kehadiran pabrik porang gairahkan produksi petani di Bulukumba

Untuk konnyaku basah, baik konnyaku balok maupun tsubu konnyaku, Charlie mengatakan produk ini tidak mengandung kalori sama sekali atau nol kalori. Sementara konnyaku kering, baik shirataki maupun beras konnyaku, mengandung kalori. Beras konnyaku sendiri mengandung 70 persen kalori per 100 gram.

Charlie menjelaskan kandungan kalori tersebut didapatkan dari tepung tapioka yang menjadi bahan penting untuk membuat konnyaku berubah menjadi kering. Pembuatan konnyaku kering hampir sama seperti konnyaku basah. Yang membedakan, adonan konnyaku ditambahkan tepung tapioka dan dikeringkan dengan menggunakan oven.

Walaupun mengandung kalori, kata Charlie, beras konnyaku kering memiliki kelebihan. Ketika beras ini dicampur dengan beras lain untuk dimasak menjadi nasi goreng atau nasi berbumbu lainnya, beras konnyaku mampu menyerap bumbu lebih mudah dan menghasilkan rasa yang lebih enak berkat adanya kandungan tepung tapioka.

Menurut Charlie, cara orang-orang Jepang menikmati nasi atau beras konnyaku sebetulnya dicampur dengan nasi atau beras biasa seperti nasi putih atau merah. Ini dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat Indonesia yang ingin mengonsumsi nasi dengan lebih sehat dan enak.

Untuk nasi konnyaku basah, hanya perlu mencampurkannya dengan nasi biasa setelah konnyaku ditiriskan sebab pada dasarnya produk basah ini sudah matang.

Sementara untuk beras kering, cara memasaknya sama seperti memasak beras biasa. Charlie mencontohkan, satu cup beras konnyaku dicampur dengan satu cup beras putih, kemudian cuci dan masak dalam rice cooker. Dengan mencampurkan beras konnyaku, nasi yang dihasilkan pun akan menjadi lebih pulen.

Produk-produk konnyaku dikenal sebagai makanan sehat yang menjadi bahan perbincangan masyarakat Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Padahal, kata Charlie, konnyaku basah sejatinya sudah ada sejak abad ke-6 di yang saat itu dikonsumsi oleh para bhiksu di Jepang.

Konnyaku mengandung fiber yang tinggi sehingga baik untuk fungsi pencernaan, bekerja dengan menyerap dan mengikat lemak di dalam pencernaan. Namun, Charlie mengingatkan bahwa konnyaku mungkin perlu dibatasi pada penderita GERD

Baca juga: Kemenperin fokus kembangkan hilirisasi industri porang

Baca juga: BRIN tingkatkan kualitas tanaman porang dengan teknologi nuklir

Baca juga: Kementan sebut stevia & porang bakal jadi komoditas andalan Sulut

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Ida Nurcahyani
COPYRIGHT © KABARINDONG 2023

What do you think?

Written by Almira Yuliarti

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

GIPHY App Key not set. Please check settings

The Edge: Sangat sulit untuk membuat band U2 bubar

Lady Gaga rindukan gaya hidup menyendiri