Museum Kereta Api Ambarawa, saksi sejarah transportasi Indonesia

Radika Nashiruddin

0 Comment

Link

Jakarta (KABARINDONG) –

Museum Kereta Api Ambarawa, yang terletak di kota Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, merupakan salah satu destinasi wisata yang menyimpan banyak kisah tentang perkeretaapian Indonesia.

Tidak hanya menyajikan koleksi lokomotif tua, Museum Kereta Api Ambarawa juga menjadi saksi sejarah perkembangan transportasi kereta api di tanah air.

 

Dalam rangka memperingati sejarah kereta api di Indonesia yang jatuh pada setiap 28 September, Museum Kereta Api Ambarawa menjadi destinasi yang cukup menarik untuk menelusuri perkembangan perkeretaapian di tanah air. 

 

Sejarah Museum Kereta Api Ambarawa

 

Museum Kereta Api Ambarawa berdiri di bekas Stasiun Kereta Api Ambarawa, yang dibangun pada 1873 oleh pemerintah kolonial Belanda. Awalnya, stasiun ini dikenal dengan nama Willem I Station, didirikan untuk memenuhi kebutuhan transportasi tentara Belanda dari Semarang menuju Magelang.

 

Pada masa itu, Stasiun Ambarawa berfungsi sebagai jalur penting untuk kereta api bergerigi, sebuah sistem unik yang memungkinkan kereta melintasi medan pegunungan terjal antara Ambarawa dan Bedono. Teknologi itu dirancang agar kereta bisa menanjak dengan aman di jalur yang curam, sebuah inovasi teknis yang sangat maju pada masanya.

Jauh sebelum museum berdiri, Ambarawa dikenal sebagai kota militer yang mendukung Magelang dalam mengontrol wilayah pedalaman. Pada 1835, dibangun Benteng Willem I yang selesai pada 1848, di masa pemerintahan Raja Willem I.

Pada 1873, perusahaan kereta api swasta NISM membangun jaringan kereta di Ambarawa sebagai syarat untuk mendapatkan konsesi jalur Semarang-Vorstenlanden (kini Surakarta dan Yogyakarta). Jalur cabang Kedungjati-Ambarawa sepanjang 37 kilometer dibangun untuk kepentingan militer.

Stasiun Willem I, yang kini dikenal sebagai Stasiun Ambarawa, dibangun sebagai pemberhentian akhir kereta api. Pada 1 Februari 1905, jalur kereta menuju Secang-Magelang diperpanjang, termasuk penambahan rel bergerigi untuk medan khusus.

Dua tahun setelah renovasi, Stasiun Willem I berfungsi untuk jalur pengangkutan ekspor dan transportasi militer di Jawa Tengah. Namun, seiring waktu dan modernisasi transportasi, peran Stasiun Ambarawa mulai memudar.

Pada 1970, jalur kereta api antara Ambarawa dan Kedungjati resmi ditutup. Setelah ditutup pada 1976, Stasiun Ambarawa dijadikan Museum Kereta Api oleh Gubernur Jawa Tengah, Supardjo Rustam, untuk melestarikan lokomotif uap dan menjadi daya tarik wisata.

Museum Kereta Api Ambarawa kini

Ambarawa dipilih karena perannya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan, termasuk Pertempuran Ambarawa, serta masih menyimpan teknologi kereta api kuno yang masih berfungsi.

Museum Kereta Api Ambarawa, atau Indonesian Railway Museum (IRM), memamerkan koleksi perkeretaapian dari masa Hindia Belanda hingga pra-kemerdekaan, termasuk 26 lokomotif uap, empat lokomotif diesel, lima kereta, dan enam gerbong.

Pengunjung dapat menikmati perjalanan dengan Kereta Api Wisata rute Ambarawa-Tuntang menggunakan lokomotif uap atau diesel. Terdapat juga rute Ambarawa-Jambu-Bedono yang menggunakan lokomotif uap bergerigi, satu-satunya rel bergerigi yang masih aktif di Indonesia.

Museum itu menjadi salah satu tempat edukatif yang menarik bagi masyarakat dan wisatawan yang ingin mendalami sejarah transportasi kereta api di Indonesia.

Dengan nilai sejarah yang tinggi, Museum Kereta Api Ambarawa tidak hanya menjadi destinasi wisata, tapi, juga sebagai saksi bisu perjalanan panjang sistem transportasi kereta api di Indonesia. Sebagai museum yang terus berkembang, tempat ini berupaya memperkuat kesadaran akan pentingnya melestarikan warisan budaya bangsa.

 

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © KABARINDONG 2024

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment