in

SKKNI perfilman perlu ditinjau ulang untuk tampung profesi baru

Jakarta (KABARINDONG) – Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang perfilman tahun 2019 dan 2020 perlu ditinjau ulang untuk menampung profesi-profesi baru sehingga mendapat pengakuan dari negara, demikian menurut Kesatuan Karyawan Film & Televisi (KFT) Indonesia.

“SKKNI bidang perfilman tahun 2019 dan 2020 itu sepertinya perlu kita tinjau ulang. Standar nasional produksi film Indonesia, perlu direalisasikan,” kata Perwakilan KFT Indonesia Eric Gunawan dalam Konferensi Film Nasional yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa.

Peninjauan ulang tersebut, imbuh Eric, bertujuan untuk membuat suatu alur kerja (workflows) dan peta kerja (work maps) yang jelas pula. Dengan demikian, hasil akhirnya diharapkan sineas dan profesional di bidang perfilman dapat terlindungi.

Selain itu, pengakuan terhadap beberapa profesi baru di industri film juga mengukuhkan posisi sineas untuk dapat bernegosiasi dengan pihak-pihak lain dalam memproduksi suatu karya film.

Eric mengatakan sebetulnya profesi-profesi baru tersebut sudah eksis atau bahkan lama ada, hanya saja belum diakui. Penemuan ini dilakukan KFT melalui pembacaan terhadap 10 SKKNI bidang perfilman tahun 2019 dan 2020 yang dianalisis oleh delapan divisi KFT, mulai dari divisi manajemen produksi hingga divisi spesial efek.

Baca juga: Menaker dorong pendirian BLK film

Eric mencontohkan, SKKNI No. 345 tahun 2019 tentang penulis skenario baru mencakup penulis skenario di level enam. Padahal, ada pula profesi seperti asisten penulis, story editor, hingga story analyze. Penulis pun bukan hanya satu jenis, ada pula penulis yang khusus menuliskan deskripsi adegan hingga penulis yang khusus menuliskan dialog.

“Maka kami melihat SKKNI No. 345 2019 untuk penulisan skenario, ini perlu dilakukan peninjauan. Karena kalau hanya menampung penulis skenario di level enam itu tidak menampung profesi-profesi yang sebenarnya ada di bidang penulisan skenario,” kata dia.

Selain penulisan skenario, Eric juga mencontohkan permasalahan lain di di divisi penyutradaraan yang terangkum dalam SKKNI No. 156 tahun 2020 yang hanya mencakup sutradara level tujuh atau level puncak dan belum mencakup asisten sutradara.

“Asisten sutradara ada, tapi adanya di SKKNI manajemen produksi. Kami temukan pada saat di Bogor (analisis KFT saat di Bogor), enggak ternyata. Yang di manajemen produksi, dia lebih ke persoalan administrasi. Memang asisten sutradara, tapi ada yang namanya assistant to director,” kata Eric.

Di divisi manajemen produksi, muncul pula profesi showrunner yang belum diakui negara melalui SKKNI. Profesi showrunner kini muncul seiring dengan kapital teknologi yang berkembang pada platform layanan Over-The-Top (OTT).

“Profesi-profesi yang selama ini menjadi suatu profesi baru dan perlu pengakuan karena sudah ada yang namanya profesi showrunner di kita juga di Indonesia,” kata Eric.

Baca juga: Kemenperin pacu pembangunan SDM kompeten lewat SKKNI dan KKNI

Baca juga: BI dan Kemnaker perkuat standar kompetensi SDM sistem pembayaran

Baca juga: Menaker: SKKNI pekerja spa dan kecantikan bantu tepis pandangan miring

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
COPYRIGHT © KABARINDONG 2023

What do you think?

Written by Banawa Ardianto

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Pertunjukkan perdana Scream VI

Semangat APMI kedepankan musisi lokal dan perkuat ekosistem musik